Pages

Ads 468x60px

Saturday, November 20, 2010

Dia Yang Bermuka Masam (Part 2)


Shifa, wait!” panggil Richard sepulang kuliah. Aku menghentikan langkahku. Mau apa lagi dia?
Hey, come on. Please go to the party with me. I’ll pick you up later, ok?
“Maaf, aku benar-benar tak bisa.” Jawabku singkat sambil menunduk. Aku langsung memutar badan. Richard menghadangku lagi.
“Bisakah kau memikirkannya lagi?”
“Maaf,” ucapku lirih.
“Shifa.. please!” ujarnya sambil mencoba meraih tanganku.
“Hey! Aku bukan seperti wanita-wanita lain yang kau pikirkan. Tidak ada yang boleh menyentuhku kecuali mahram-ku.” teriakku spontan.
Mahram? What is it? Bisakah kau menjelaskannya padaku tentang hal itu?” Aku diam. Susah menjelaskan hal ini bagi orang  seperti Richard.
“Kau tahu, sebenarnya aku menyukaimu. Kau berbeda dari wanita-wanita lain yang dengan gampangnya menerima tawaranku. Kau selalu menundukkan pandanganmu dan melindungi dirimu dengan tutup kepala itu. Kau juga selalu menjaga prilakumu. Kau adalah satu-satunya wanita yang membuatku kagum.” Lanjutnya menjelaskan.
“Aku hanya mengikuti perintah Tuhanku. Aku hanya berprilaku sesuai dengan apa yang diajarkan agamaku.” Jawabku singkat.
“Agama? Apakah hal itu penting?”
“Menurutmu agama itu tak penting?”
“Ya. Aku pikir agama itu sama sekali tak ada gunanya.” Keterlaluan.
“Maaf aku harus pergi.” Sahutku.
“Shifa, apa kau menolakku karena aku tak percaya dengan agama?”
Aku tak menghiraukan pertanyaannya.
“Aku bisa masuk agama apapun asal kau mau menerimaku. Itu perkara sepele.”
Ini benar-benar keterlaluan. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu. Aku  tak habis pikir kenapa orang seperti dia menyukaiku. Padahal apa yang menarik dari diriku? Aku curiga dia mengidap rabun dekat. Aku mengambil langkah seribu meninggalkannya. Mulai sekarang aku harus menjauhinya. Ya. Aku harus berhati-hati padanya. Aku harus membangun pagar beton yang lebih kokoh agar aku terlindung darinya.
***
 Richard Brandon. Dari hari ke hari prilakunya makin aneh. Dia sering mendekatiku dan bertanya-tanya tentang Islam. Tapi aku sudah tahu, pasti ini hanyalah akal-akalannya saja agar dapat menarik simpatiku. Gosip tentang Richard yang mengejarku-pun sudah tersebar ke hapir seantero kampus. Aku tak akan goyah dan bergeming dengan siasat bulusnya. Aku selalu menghindar dan menunjukkan wajah tidak berkenan setiap kali dia datang padaku. Itu semua kulakukan agar dia tahu bahwa aku tak sedikitpun terpengaruh dengan tipu dayanya.
Hari inipun demikian, untuk kesekian kalinya dia menghampiriku diriku yang sedang berkutat dengan buku Ekonomi-ku. Dengan wajah serius dan  innocent. Dia bertanya-tanya tentang Islam.
“Shifa, could you please tell me more about Islam?”
“Kenapa kau ingin tahu? Bukankah kau mengatakan bahwa sesungguhnya agama bukanlah hal yang penting?” kataku sambil meneruskan membaca.
I don’t know. Aku sangat tertarik mempelajarinya sekarang.”
“Really?” sahutku tak bersemangat. Aku tahu dia hanya berpura-pura.
“Shifa, I’m serious.”
 “Well, good luck then.” Sambungku acuh sambil meninggalkannya. Aku tak kan begitu mudah mempercayainya. Mana mungkin sifat atheisnya dapat hilang begitu saja. Aku takut dia begitu karena hanya ingin mendapatkanku. Bagaimana dia bisa menjadi imam yang baik untukku dan keluargaku kelak? Aku sangat memimpikan mendapat pendamping hidup yang shaleh dan taat. Bukan orang yang menjadikan agama seperti permainan.
Tak disangka, itulah terakhir kali aku melihatnya. Setelah itu dia tak pernah muncul lagi di hadapanku untuk bertanya-tanya tentang islam. Entah kemana perginya. Baguslah, setidaknya aku tidak lagi terganggu olehnya.
***
Sepulang kuliah ini, seperti biasa aku menyempatkan diri untuk pergi ke masjid. Untuk berkumpul bersama sister in Islam, dan mengkaji lebih dalam mengenai islam. Tak jarang aku mengajak teman-teman satu flat setanah airku, Lina, Vita dan yang lain. Diantara mereka, hanya aku dan Lina yang mengenakan hijab. Lina adalah sahabat baikku. Kami sudah saling mengenakl sejak SMA. Tetapi mereka cenderung terlalu sibuk. Jadi terkadang aku harus kesana sendiri. Hari ini masjid Al-Ehsan, mendatangkan seorang ulama dari Mesir. Ulama itu membahas tentang tafsir surah ‘Abasa. Surah ‘Abasa adalah surah ke-80 yang termasuk surah Makiyah.
“Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling. Karena seorang buta telah datang kepadanya. Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali ia ingin menyucikan dirinya (dari dosa), atau dia ingin mendapatkan pengajaran yang memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (pembesar Quraisy), maka engkau (Muhammad) memberi perhatian kepadannya. Padahal tidak ada (cela) atasmu kalau dia tidak menyucikan diri. Dan adapun orang-orang yang bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang dia takut kepada Allah, engkau malah mengabaikannya. Sekali-kali jangan begitu!...”
Aku terhenyak begitu ayat tersebut dibacakan. Ayat itu seakan langsung menghujam lubuk hatiku. Bagaikan sindiran tajam dan keras. Tak ayal air mataku mengalir dengan derasnya. Ulama tersebut menjelaskan bahwa surah itu turun sebagai peringatan dari Allah bagi Nabi Muhammad SAW.  Ketika itu ada seorang buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum datang kepada Rasulullah SAW dengan harapan mendapatkan pengajaran dari beliau tentang Islam. Tetapi karena Rasulullah sedang sibuk dengan urusannya dengan para pembesar Quraisy, beliau berpaling dan bermuka masam. Maka turunlah ayat tersebut sebagai peringatan langsung dari Allah SWT terhadap dirinya.
Astagfirullah...
Betapa jahatnya diriku. Ada seseorang yang bertanya padaku tentang Islam aku malah mengabaikannya. Barangkali Richard benar-benar ingin mengetahui tentang Islam. Bukankah itu bagian dari da’wah? Bukankah kita dilarang menyembunyikan satu ayatpun? Sekarang aku merasa menjadi manusia paling hina sedunia. Apa yang harus aku katakan di hadapan-Nya kelak? Astagfirullah... Ampuni hamba Ya Rab... Hamba berjanji tak akan mengulangi kesalahan yang sama.
Sekarang aku benar-benar dilanda kebingungan yang amat sangat. Apa yang harus kulakukan untuk memperbaiki kesalahanku? Mungkin sekarang Richard sangat membenciku dan tak akan pernah sudi bertanya padaku karena aku selalu bermuka masam dan mengabaikannya. Astagfirullahal ‘adzim...
***

0 comments:

Post a Comment

Thank you for reading. Please leave your comments here :)